Pendahuluan
Kita tidak menutup mata dengan sistem pendidikan kita yang pada saat ini masih terjebak dikotomi.Kondisi ini menyebabkan orientasi pendidikan Islam terbatas hanya untuk memahami ilmu agama saja,sehingga membuat pendidikan Islam terisolasi demgan sendirinya. Orientasi ini harus diperbarui agar pendididkan Islam tidak semakin jauh tertinggal.
Oleh karena itu pengembangan pendidikan Islam dengan cara membuka program studi.Progran studi umum layak untuk dilakukan pada perguruan tinggi Agama Islam yang ada (STAIN-IAIN). Namun ini bukanlah hal mudah,karena tidak semua orang memahami eksistemsi dari pembukaan progaram studi umum di STAIN –IAIN, lebih-lebih STAIN /IAIN bernaung dibawah institusi departeman agama yang identik dengan urusan-urusan keagamaan saja.
Agar masyarakat dapat memahami eksistensi dari pengembangan yang dimaksud dan tidak terjadi misunderstanding. Mereka harus tahu hal-hal yang menjadi landasan pembukaan program studi umum di PTAI.
Ada empat aspek yang manjadi landasan pembukaan program studi di PTAI,yaitu:
- Normatif teologis
- Filosofis
- Historis
- Adanya kritik terhadap eksistensi IAIN/STAIN yang menuntut pengermbangan kelembagaan di lingkungan Departemen Agama itu sendiri.
Pembahasan
Pengembangan program studi umum di lingkungan IAIN dan STAIN membuahkan pertanyaan apakah memang layak PTAI membuka program studi umum. Setidaknya pengembangan program studi umum di PTAI bukan tanpa alasan yang tidak jelas yang dapat menimbulkan salah paham di kalangan masyarakat. Ada empat hal yanng menjadi landasan pengembangan program studi tersebut:
a. Landasan Normatif Teologis
Doktrin Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh) (QS.Albaqarah:208).
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqoroh : 208).
Dan risalah yang dibawa Nabi Muhammad adalah rahmat untuk sekalian alam (QS.AL-anbiya’:107)
Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya’)
Ajaran tersebut mengandung makna bahwa setiap muslim dituntut untuk menjadio aktor beragama yang loyal, concern dan memiliki komitmen dalam menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai Islam dalam segala aspek kehidupannya ,serta bersedia dan mampu berdedikasi sesuai demgan minat, bakat, kemampuan dan bidang keahlian bidang masing-masing dalam perspektif Islam dan kemanusiaan.
Muslim yang mampu mencapai kriteria diatas ditandai dengan dilakukan sikap, yaitu :
1. Senantiasa membaca dan memahami ajaran Al-Qur’an dan AS-Sunnah
2. Berusaha menghayati dengan memposisikan diri sebagai pelaku ajaran Islam yang loyal , pemikir, penalar dan pemgkaji
3. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap ajaran Islam.
4. Siap berdedikasi dalam menegakkan ajaran dan nilai-nilai Islam yang rahmatan lilalamin.
Keempat sikap di atas adalah manifestasi dari itba’syari’at Allah,sedangkan itba’ sunnatillah dimanifestasikan dalan bentuk:
1. Senantiasa membaca dan memahami fenomena alam, fenomena fisik dan psikis, fenomena sosial historis dll.
2. Menempatkan diri sebagai pengamat , pengkaji atau researcher (meneliti) sehingga ,memiliki kemampuan yang tajam untuk menganalisis dan mengkritisi serta diamis dalam memahami fenomena yamg ada di sekitar.
3. Membangun kepekaan intelektual dan kepekaan informasi .
4. Dalam hal itba’ sunnatillah perlu memyesuaikan dengan kemampuan dan keahlian masing-masing sebagai wujud dari profesionalisme.
Jelas sekali bahwa delapan indikator tersebut di atas merupakan landasan normatif teologis yang menuntut pengembangan berbagai progran studi umum di STAIN/IAIN sehingga tidak hanya terbatas pada bidang-bidang yang tercakup dalam natural sciences ,sosial sciences dan humaniora.
b. Landasan Filosofis
Jika dilihat dari aspek filosofis paradigma pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan pandangan hidup yang Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dimanifestasikan dalam ketrampilan hidup sehari-hari, maka proses dan produk pencarian, penemuan iptek lewat studi, penelitian dan eksperimen serta pemanfaatannya dalam kehidupan merupakan realisasi dari misi kekhalifahan dan pengabdian pada Allah didunia dalan rangka mencari ridlo-Nya dalam kehidupan ukhrowi.
Ilmu pengetahuan dalam kehidupan yang Islami, tidak hanya menyakini kebenaran sensual-inderawi, rasional logik dan etik insani, tetapi juga mengakui dan menyakini kebenaran transendental atau intuitif (ilahi/wahyu). Oleh karena itu pengembangan iptek tidak value free karena merupakan realisasi dari misi kekhalifahan dan pengabdian kepada-Nya.
Secara ontologis ilmu pengetahuan agaknya bersifat netral, dalam arti ia tidak dapat bersifat ialami , kapitalis dan lain-lain.Ketika ilmu pengetahuan itu menerangkan hakikat yang ada.Tetapi ketika menjelaskan perubahan yang ada atau apa yang akan terjadi atau menerangkan cara memanfaatkan hukum alam dan megarahkanya ke arah tertentu, maka ilmu pengetahuan tidak bersifat netral. Dalam konteks ini ada dua pilihan, yaitu: pilihan ilahi (kebenaran) atau pilihan manusiawi(hawa nafsu).
Dengan demikian pengembangan pendidikan Islam bertolak dari konstruk pemikiran (epistemologi) bahwa yang vertikal (ajaran dan nilai-nilai ilahi) merupakan sumber konsultasi, sentral dan diposisiskan sebagai furqon, hudan, dan rahmah, sedangkan yang horisontal (pendapat, konsep, teori, temuan-temuan ilmu pengetahuan baik dari sarjana muslim dan non muslim) berada dalam posisi sejajar yamg saling terjadi sharing ideal untuk dikonsultasikan kepada ajaran dan nilai ilahi terutama dimensi aksiologisnya.
Pandangan semacam itu akan berimplikasi pada model kurikulum dan proses belajar mengajar di IAIN-STAIN yang tidak hanya menekankan pada bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni menerangkan berbagai progran yang dihadapi kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping itu juga berupaya melakukan telaah kritis terhadap teori dan konsep ilmu pengetahuan yang dipandang menyimpang dari pandangan Islam serta menawarkan konsep aleternatif dalam perspektif Islam dan bagaimana kaum muslimin menyikapi pengetahuan modern.
c. Landasan Historis
Pada gerakan ilmiah atau etos keilmuan dalam sejarah Islam menurut Harun Nasution ada tiga periode, yaitu:
1. Periode 1, dari kalangan ulama pada zaman klasik (abad 8-11 M), memiliki ciri-ciri:
a. Melaksanakan ajaran Al-Qur’an umtuk mempergunakan akal
b. Menuntut ilmu bukan hanya ilmu agama saja , tetapi ilmu yang sampai ada di negeri cina ( bukan ilmu agama )
c. Mengembangkan ilmu agama dengan berijtihad dan mengembangkan sains dengan mempe;lajari dean menguasai ilmiu pengetahuan dan filsafat yunani pada zaman mereka sehingga muncul ulama fiqh, tauhid, ilmu hitung, kedokteran dan lain-lain.
d. Menolak tawaran sultan untuk menjadi pegawai negeri.
2. Periode pertengahan
Pada periode ini pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah mengalami stagnasi dan surut.Sinar keemasan pindah ke eropa melalui mahasiswa-mahasiswa barat yang datang belajar di Andalusia dan penerjemahan buku-buku Islam kedalam bahasa latin.
Produktifitas ulama dan umat Islam di bidang sains dan filsafat lenyap, bahkan di bidang ekonomi, pertanian dan industripun menurun pada masa itu.Yang menonjol justru bidang politik karena adanya tiga negara adikuasa yaitu kerajaan Turki Usmani, Safawi dan Mughal.
3. Periode modern (abad 19 M)
Eropa yang terkalahkan pada zaman klasik ternyata muncul kembali di zaman modern dan menguasai dunia Islam. Mesir jatuh ke tangan Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M, Mughal ditaklukkan Inggris pada tahun 1857 M. Pada saat itulah muncul kesadaran bahwa mereka telah mengalami kemunduran , karena itu kemudian muncullah ulama dan pemikiran Islam dengan ide-ide bertujuan memajukan dunia Islam.
Jejak sejarah tersebut di atas berimplikasi pada sistem pendidikan yang dibangun dan dikembangkan lewat IAIN/STAIN yang merupakan perpaduan yang sistematois dan integral antara itba’syari’ah Allah dan itba’ Sunnatillah dalam struktur kurikukulumnya sehingga diharapkan m,ampu menghasilkan ulama yang bersikap rasional dan professional, berpandangan luas, akhlakul karimah, menguasai ilmu pengetahuan umum di samping ilmu agama, dan mandiri.
d. Kritik Terhadap Pengembangan ilmu di IAIN /STAIN
Pengembangan ilmu di IAIN/STAIN selama ini hanya terbatas pada pengembangan ilmu pengetahuan agama Islam yang terkait langsung dengan itba’ syari’ah Allah yang hanya bersifat sektoral, hanya memenuhi satu sektor tertentu dalam kehidupan Islam,yakni memenuhi kebutuhan akan sarjana-sarjana yang mendapatkan pengetahuan tinggi mengenai agama Islam. Dengan demikian IAIN/STAIN lebih mengabadikan paham dualisme atau dikotomi, dan melahirkan over specialization, bahkan terjadi isolasi akademik. Sehingga dampaknya IAIN/STAIN akan sangat sulit melahirkan lulusan-lulusan yang kompetitif dalam era globalisasi yang didominasi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, maka IAIN/STAIN perlu mengembangkan bidang-bidang fardlu kifayah yang meliputi penyiapan calon-calon ulama, teknolog, psikolog, budayawan, saintis, dan lain-lainnya yang berperspektif Islam.
Dari pemaparan di atas jika ditelaah dengan cermat, mengandung makna bahwa pendidikan seharusnya bukan hanya didekati secara keilmuan akademis, tetapi juga didekati secara keagamaan (Islam). Pendekatan keilmuan akademis-mengasumsikan kajian kritis, rasional , obyektif, empirik. Sedangkan pendekatan keagamaan mengansumsikan perlunya pembinaan dan pengembangan komitmen terhadap ajaran agama Islam sebagai pandangan hidup muslim yang diwujudkan dalan sikap hidup muslim yang diwujudkan dalam sikap hidup dam ketrampilan hidup.
Kedua pendekatan tersebut sulit tercipta di lembaga pendidikan Islam bilamana tidak didukunng oleh komitmen akademis-religius atau personal dan profesionaol religius dari para pengelola dan pembinanya.Hal ini menggaris bawahi sehingga penyiapan sarjana atau guru-guru madrasah yang berwawasan akademis dan profesional, sekaligus memilik wawasan dan komitnen keIslaman yang tinggi.
Kenyataan tersebut menggarisbawahi perlunya pemahaman kembali tentang pengertian studi Islam di IAIN / STAIN ,pengertian tersebut mencakup tiga bidang pokok yaitu:
1. Studi Islam sebagai sumber ajaran yang bersumber dari ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalam bidang yang pertama ini , studi Islam bertumpu pada studi kewahyuan yang diwujudkan dalam bentuk mata kuliah sumber ajaran (Al-Qur’an) dan Al-Hadist beserta seperangkat ilmu yang terkait langsung dengannya, seperti ulumul Qur’an dan Ulumul Hadist dan lain-lain.
2. Studi Islam sebagai bagian dari pemikiran atau bagian dari fiqh dalam arti luas.Dalam sejarah pemikiran Islam setidak-tidaknya ada lima bidang pemikiran Islam yang menonjol yaitu:Aqidah-Teologi (Ilmu kalam), hukun dalam arti luas (syari’ah), filsafat, (hikmah/ Irfan / falsafah), akhlak-Sufisme (Tasawuf), ddan ilmu pengetahuan-Teknologi-seni(‘ulum ad duniawiyah).
3. Studi Islam sebagaimana yang dialami, diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan.
Di sisi lain, pengembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam memerlukan upaya penciptaan suasana agamis, yakni berupa penamaan dan pengembangan nilai-nilai religius (Islam) pada setiap bidang pelajaran yang termuat dalam program pendidikan serta dalam seluruh aktifitas pendidikan. Karena itu , IAIN /STAIN perlu juga mengembangkan program ma’had (pesantren) yang sekaligus memilik tujuan ganda, yakni pendalaman dan pengayaan wawasan akan ilmu–ilmu keagamaan, serta pembinaan ruh keIslaman atau internalisasi nilai-nilai keagamaan melalui sarana dan prasarana tersebut.
e. Arah pengembangan program studi umum.
Pengembangan jurusan atau program studi umum di IAIN /STAIN akan memilik orientasi yang berbeda dengan perguruan tinggi umum. Dalam konteks pengembangan jurusan dan program studi umum tersebut, IAIN /STAIN memilik visi dan misi sebagai berikut :1)Mengantarkan mahasiswa agar mempunyai empat atau lima kekuatan sekaligus, yaitu kemantapan aqidah dan kedalaman spiritual, keluhuran akhlak, keluasan ilmu, kematangan profesional, yang didukung oleh jasmani yang sehat . 2)Memberikan pelayanan terhadap penggali ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian yang bernafaskan Islam. 3) Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian melalui pengkajian dan penelitoian ilmiah dan 4)Memberikan ketauladanan dalam kehidupan atas dasar nilai-nilai Islam dan budaya luhur bangsa Indonesia.
Visi dan misi tersebut menggarisbawahi perlunya IAIN /STAIN memposisikan diri disamping sebagai bagian dari lembaga pendidikan tinggi umumyang harus memberlakukan muatan kurikulum nasional (kurikulum inti) dari departemen pendidikan nasional, juga sebagai pendidikan tinggi Islam yang mempunyai concern dan komitmen dalam pengembangan keilmuan , profesionalitas dan kegiatan –kegiatan keagamaan . Kedua posisi tersebut diupayakan untuk berjalanselaras dan seimbanng untuk tidak saling menindih antara satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian,pengembangan beberapa program studi umum di IAIN /STAIN bukan hanya menekankan pada penguasan dan kemampuan lulusan untuk menjelaskan berbagai problem yang dihadapi kaum muslimin dalam kehidupan kesehariannya dalam konteks ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang dipandang menyimpa, serta kemampuan menawarkan konsep alternatif dalam perspektif Islam dan bagaimana pula ilmu pengetahuan modern disikapi oleh kaum muslimin.
Untuk mewujudkan Idealitas diatas, maka pengembangan program studi umum di IAIN /STAIN akan tetap memperhatikan pedoman dari departemen pendidikan nasional dan departemen agama sebagai lembaga-lembaga yang bertanggungjawab dalam membina dan mengembangkan pendididkan tinggi Islam di Indonesia.